Jumat, 29 Oktober 2010

Pembangunan Ketahanan Pangan
Melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan: mampukah ?

Oleh: Etjung Widhiarto (F1B008084)

“Jumlah manusia meningkat secara eksposional, sedangkan usaha pertmbahan persediaan pangan hanya dapat meningkat secara aritmatika”
Thomas Malthus (1978)


A. Pendahuluan

Salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan akan pangan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka akan berakibat fatal bagi manusia bahkan kematian lah yang menjadi tantangan utamanya. Kasus busung lapar yang pernah terjadi di Nusa Tenggara Timur maupun kasus kelaparan hebat yang terjadi di Ethiopia adalah akibat nyata ketika kebutuhan akan pangan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Fakta empirik menunjukkan bahwa sejak tahun 2007 tercatat telah terjadi kerusuhan di lebih dari 60 negara akibat permasalahan pangan (sumber Kompas, edisi 16 Desember 2009). Berdasarkan fakta tersebut dapat diambil sebuah pernyataan bahwa ketahanan pangan menjadi permasalahan setiap lini baik dalam tataran lokal, nasional, regional, bahkan internasional.
Menurut Bustanus Arifin (2005) Ketahanan pangan merupakan tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad millenium ini. Presiden Amerika Barrack Obama memandang kelaparan kronis sebagai kebijakan luar negerinya. Kebijakan ini didukung oleh beberapa negara industri maju dengan mengalokasikan dana sebesar 22 miliar AS. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Hillary Rodham Clinton bersama-sama menyelenggarakan pertemuan para pemimpin lebih dari 130 negara untuk menggalang dukungan internasional, (sumber Kompas, 16 Desember 2009). Hal ini merupakan indikator bahwa dunia internasional sangat concern dengan permasalahan ketahanan pangan.
Walaupun saat ini Indonesia sudah berswasembada beras bukan berarti ketahanan pangan Indonesia telah baik. Beras bukanlah indikator utama keberhasilan pembangunan ketahanan pangan. Terbukti bahwa beberapa komoditi pangan ternyata masih harus di impor dari negara lain. Berikut data beberapa komoditi yang masih harus di impor dalam lima tahun terakhir adalah:
Tabel 1.1 Komoditas Impor Pangan
No Komiditas Kebutuhan dalam 5 tahun (2005-2009)
1 Jagung 1.180.000 ton
2 Tepung terigu 962.240 ton
3 Gula 822.700 ton
Sumber: Batavia.co.id tahun 2010
data ini membuktikan bahwa Indonesia harus memperbaiki konsep pembangunan ketahanan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan bangsa yang mandiri.
Urgensi ketahanan pangan ini juga menjadi perhatian tersendiri oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa setidaknya ada enam hal yang menjadi alasan pentingnya kepedulian terhadap ketahanan pangan, yaitu: Pertama, pangan adalah bagian dari basic human need tidak ada substitusinya. Kedua, disadari atau tidak, terjadi peningkatan kebutuhan terhadap pangan (growing demand), karena pertambahan penduduk, juga terjadi peningkatan jumlah the middle class sehingga terjadi peningkatan konsumsi yang lebih banyak terhadap pangan. Ketiga, terdapat kerusakan lingkungan yang diakibatkan antara lain oleh climate change yang akan menganggu produksi dan produktivitas pangan sedunia. Keempat, terjadi kompetisi antara sumber energi dan sumber pangan, sehingga mengganggu suplai pangan. Kelima, selalu ada interconnectivness global logistic and trade antar negara sehingga saling ketergantungan. Keenam, pentingnya swasembada berkelanjutan serta masih adanya kerentanan dan kerawanan pangan di berbagai daerah.
Implikasi dari beberapa hal diatas adalah bagaimana konsep pembangunan ketahanan pangan Indonesia ke depan ? Apakah tantangan dan hambatan dalam mewujudkan ketahanan pangan dengan konsep tersebut ?.

B. Pembahasan
Konsep Pembangunan Ketahanan Pangan Melalui Program Aksi Desa Mandiri Pangan (Proksi-Mapan)
Pembangunan pada dasarnya adalah suatu upaya menuju kearah kehidupan yang lebih baik. Paradigma baru pembangunan tidak terlepas dari adanya perubahan regulasi tata pemerintahan dari UU No. 5 tahun 1974 menjadi UU No. 22 tahun 1999. Perubahan regulasi tersebut membawa perubahan pada sistem pembangunan yang sentralistik menuju kearah pembangunan yang desentralistik. Paradigma pembangunan lebih menekankan pada pelayanan dan pemberdayaan, artinya pemerintah mendudukkan tugas pembangunan diatas landasan nilai pelayanan. Pembangunan yang desentralistis menuntut masyarakat turut berpartisipasi dan berperperan aktif merencanakan program-program pembangunan daerahnya. Konsekuensinya masyarakat dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif. Orientasi pembangunan juga mengalami perubahan dari orientasi pertumbuhan menjadi orientasi pembangunan berkelanjutan (Tjokrowinoto, 2007:11)
Tujuan dari adanya pembangunan adalah terciptanya pemerataan kesejahteraan. Pembangunan hendaknya mampu menyentuh seluruh unsur pemerintahan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah yaitu pemerintahan desa. Hal ini disebabkan pembangunan desa sering kali terabaikan, pembangunan cenderung berpusat dikota-kota besar. Oleh karena, itu untuk memperkuat bangsa ini sebenarnya pembangunan harus bertitik tolak pada pembangunan desa.
Ketahanan pangan berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Berdasarkan uraian diatas, maka pembangunan ketahanan pangan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya untuk menuju terpenuhinya pangan bagi masyarakat bukan hanya untuk saat ini tapi juga untuk masa depan. Pembangunan ketahanan pangan secara eksplisit tertuang dalam prioritas pembangunan nasional Kabinet Indonesia Bersatu II periode 2010-2014, pembangunan ini diarahkan untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals yaitu mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015. Pembangunan ketahanan pangan merupakan salah satu dari unsur Triple Track Strategy program pembangunan. Implementasi program ini didasarkan pada pasal 2 UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan yang menyatakan bahwa pembangunan pangan diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan kemandirian dan tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian sejak tahun 2006 meluncurkan Program Aksi Desa Mandiri Pangan.
Program Aksi Desa Mandiri Pangan (PROKSI MAPAN) adalah gerakan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat, melalui pendekatan subsistem ketersediaan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi. Tujuan dari program ini adalah meningkatkan keberdayaan masyarakat pedesaan dengan memanfaatkan secara optimal sumber daya yang dimiliki atau dikuasainya untuk mencapai kemandirian pangan rumah tangga dan masyarakat, sedangkan sasarannya yaitu desa rawan pangan dengan kharakteristik kualitas SDM rendah, terbatasnya sumber daya modal, akses tekhnologi, dan infrastruktur pedesaan. Pelaksanaan Program Aksi Desa Mandiri Pangan dilakukan selama empat tahun, sehingga kemudian dirancang dalam empat tahap yaitu :
1. Tahap Persiapan (tahun pertama)
Pada tahap ini substansi kegiatannya antara lain seleksi desa rawan pangan, terbentuknya kelompok rumah tangga miskin (RTM) sasaran, data base karakteristik kemasyarakatan, dan profil desa yang menggambarkan kondisi potensi dan permasalahan ketahanan pangan serta perencanaan pembangunan desa partisipatif yang dikoordinasikan oleh Pendamping, Tim Pangan Desa (TPD) dan Aparat desa setempat.
2. Tahap Penumbuhan (tahun kedua)
Pada tahap ini mulai ditumbuhkan usaha-usaha produktif yang dikembangkan oleh kelompok afinitas, kelompok wanita dan kelompok lumbung pangan. Pada tahap ini mulai ditumbuhkan Lembaga Keuangan Desa (LKD) sebagai lembaga layanan modal, berfungsinya posyandu dan kader gizi serta bekerjanya sistem ketahanan pangan dari aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan serta koordinasi program lintas sektor untuk pembangunan sarana prasarana dalam ketahanan pangan wilayah pedesaan.
3. Tahap Pengembangan (tahun keempat)
Pada tahap ini terdapat peningkatan usaha-usaha ekonomi produktif dan modal sosial kemasyarakatan yang mengarah pada peningkatan skala usaha, peningkatan modal yang dikelola masyarakat dalam wadah Lembaga Keungan Desa, pembangunan sarana prasarana wilayah dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan masyarakat melalui pengembangan sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan yang dikoordinasikan oleh Tim Pangan Desa sebagai penggerak pembangunan.
4. Tahap Kemandirian (tahun kelima)
ditunjukkan adanya peningkatan dinamika kelompok afinitas dan usaha ekonomi produktif yang mampu meningkatkan daya beli dan meningkatnya jaringan kemitraan yang ditandai munculnya usaha kecil, usaha mikro pedesaan di bidang pangan dan non pangan serta tumbuhnya gapoktan yang mandiri dan berfungsinya Lembaga Keuangan Desa sebagai layanan modal. Pola pikir masyarakat lebih maju dan mulai menyadari pentingnya ketahanan pangan rumah tangga dilihat dari aspek ekonomi dan sosial budaya, yang ditandai adanya perubahan pola konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman. Serta berfungsinya Tim Pangan Desa (TPD) yang mampu menggerakkan dan mengkoordinasikan program-program pembangunan ketahanan pangan desa, yang ditandai dengan pengelolaan sarana dan prasana pendukung usaha tani melalui program lintas sektor yang berdampak terhadap kemampuan akses fisik dan ekonomi masyarakat desa setempat dan desa sekitarnya.
Pada tahun kelima desa yang telah mandiri tidak lagi dibiayai oleh APBN, tanggung jawab pelaksanaan kegiatan dan pembinaan kemudian menjadi kewenangan rumah tangga daerah. Desa yang telah mandiri kemudian wajib mengembangkan gema pangan dengan membina tiga desa disekitarnya (replikasi).
Untuk melaksanakan konsep program pembangunan ketahanan pangan diatas, pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan menetapkan beberapa metode pendekatan yaitu: (1) Pemberdayaan Masyarakat yaitu dengan mengubah perilaku masyarakat desa agar dapat mengenali potensi yang dimiliki (2) Penguatan Kelembagaan yaitu dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan kelembagaan masyarakat di pedesaan antara lain: kelompok afinitas yang berperan sebagai pelaku pengembangan usaha produktif, Tim Pangan Desa yang berperan sebagai penggerak dan pengendali pembangunan ketahanan pangan tingkat desa, dan Lembaga Keuangan Desa (LKD) sebagai layanan usaha produktif pedesaan (3) Penguatan Sistem Ketahanan Pangan yaitu melalui pengembangan sub sistem ketersediaan (peningkatan produksi dan cadangan pangan), sub sistem distribusi (akses fisik, daya beli, dan stabilisasi pasokan) dan sub sistem konsumsi (kualitas, diversifikasi pangan) dalam rangka membangun sistem ketahanan pangan masyarakat yang berkelanjutan.
Program Aksi Desa Mandiri Pangan sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan melalui Kementrian Pertanian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berasal dari APBD Provinsi serta APBD Kabupaten, dana masyarakat yang berupa tabungan kelompok, dana swasta yang berbentuk CSR (Corporate Social Responsibility) serta bantuan luar negeri.

Analisis SWOT
adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis baik faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal (peluang dan dan ancaman) untuk menyusun suatu strategi (Rangkuti, 2006:18). Implementasi atas Program Aksi Desa Mandiri Pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan tidak akan mudah, banyak berbagai faktor yang akan mempengaruhi pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal digunakan analisis SWOT. Adapun analisis SWOT nya adalah sebagai berikut :
Strength (Kekuatan)
Kekuatan (strength) merupakan faktor yang berasal dari dalam. Jika kita lihat lebih jauh Proksi Mapan mempuyai kekuatan, yang antara lain:
1) Proksi Mapan dilaksanakan dengan cara mengubah pola pikir masyarakat. Hal ini senada dengan pendapat Rhenald Kasali (2006:12-13) Tujuan perubahan pada dasarnya adalah mengubah kebiasaan manusia, bukan mengubah organisasinya, artinya mengubah cara berpikir masyarakat lebih tepat untuk perubahan pembangunan ketahanan pangan. Pola piker masyarakat yang konservatif harus dirubah ke arah pemikiran yang lebih modern, seperti menanamkan pola diversifikasi pangan. Hal ini disebabkan seseorang di Indonesia belum dikatakan makan jika belum mengkonsumsi nasi, beras sebagai makanan pokok begitu di agung-agungkan. Masyarakat harus mengubah pola pikir bahwasanya masih bannyak sumber bahan makanan lain yang kadar gizinya melebihi dari beras, seperti jagung dan gandum.
2) Pembangunan kelembagaan sebagai upaya untuk membangun konsistensi pembangunan.
3) Adanya sekolah penyuluhan yaitu Sekolah Lapangan Desa Mapan yang dilakukan melalui proses belajar orang dewasa didesa mandiri pangan dengan berbagi pengalaman antara pemandu dan peserta SL-DMP (desa replikasi) untuk menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuan, tekhnologi dan upaya mewujudkan kemandirian pangan. Hal ini diharapkan mampu mengubah konsep pengelolaan peningkatan pangan yang konvensional dengan penggunaan tekhnologi yang lebih maju. Keberadaan sekolah ini sekaligus sebagai bentuk pengawalan untuk terlaksananya program.
4) Fokus pada kualitas dan diversifikasi
Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari program ini adalah jumlah KUD sebagai lumbung pangan yang semakin sedikit, pencairan dan yang terlalu hierarkhi dapat memunculkan red tape, kurangnya penggunaan tekhnologi dalam pertanian.
Opportunity (Peluang)
Seiring dengan pencapaian tujuan Milleniun Development Goals, banyak lembaga-lembaga swasta domestik maupun asing yang concern dalam bidang pangan akan semakin mendukung program tersebut. Jika program ini dilaksanakan secara holistic dan sustainable, Indonesia dapat menjadi negara pengekspor pangan seiring dengan adanya AFTA (Asian Free Trade Agreement).
Threats (Ancaman)
Ancaman implementasi program tersebut adalah berkurangnya jumlah lahan pertanian akibat konversi (alih fungsi) lahan, perubahan cuaca yang ekstrim akibat berbagai pencemaran, kualitas lahan yang semakin berkurang, pengaruh persaingan pasar bebas akan mengakibatkan produk lokal semakin terpuruk jika tidak dapat diantisipasi secara bijak.



Tabel 1.2. MATRIS SWOT
IFAS

EFAS STRENGTHS (S)
• Fokus pada pengubahan pola pikir
• Pembangunan kelembagaan
• Adanya sekolah pendampingan
• Budaya kualitas WEAKNESS (W)
• Jumlah KUD semakin berkurang
• Kurang memanfaatkan tekhnologi
• Pencairan dana yang hierarkhis
OPPORTUNITIES (O)
• Adanya MDGs
• Global market, AFTA STRATEGI SO
• Memanfaatkan lembaga asing dan adanya AFTA untuk mengembangkan produk pertanian dalam rangka diversifikasi pangan STRATEGI WO
• Kerjasama dengan lembaga asing untuk pengembangan pertanian dalam rangka perbandingan usaha peningkatan ketahanan pangan.
THREATS (T)
• Konversi lahan
• Global Warming mengakibatkan perubahan cuaca yang ekstrim
• Kualitas lahan berkurang
• Pola pikir masyarakat yang lebih senang menggunakan dari pada menciptakan
• Kompetisi antara sumber energi dan sumber pangan STRATEGI ST
• Penggunaan teknologi untuk keperluan road map pengolahan lahan
• Penegakan peraturan penggunaan lahan STRATEGI WT
• Membangun pola pikir masyarakat yang produktif
• Produksi missal bahan pangan yang dapat berfungsi sebagai sumber energy dan pangan
C. Penutup

Kementrian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan meluncurkan konsep Pembangunan ketahanan pangan yaitu dengan meluncurkan Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Untuk mengimplementasikan program ini tidaklah mudah ada berbagai faktor yang menghambat maupun mendukung, baik dari dalam maupun luar.
Program Aksi Desa Mandiri Pangan harus mendapatkan monitoring dan dukungan dari semua pihak baik swasta maupun masyarakat agar dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya dalam menciptakan kemandirian ketahanan pangan desa pada khususnya dan tataran ketahanan pangan nasional pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kasali, Rhenald. 2006. Change !. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Syaukani,dkk. 2005. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rangkuti, Fredy. 2006. Analisis SWOT Tekhnik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tjokrowinoto, Moeljarto. 2007. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Peraturan Menteri Pertanian No.25/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum Program Pembangunan Ketahanan Pangan Lingkup Badan Ketahanan Pangan tahun 2010
UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan
Kompas, edisi 16 Desember 2009
www.batavia.co.id