Minggu, 25 Maret 2012

Meninjau Strategi Pemberdayaan Sebagai Pendekatan Alternatif dalam Pembangunan Masyarakat

Pembangunan sebagai proses induksi perubahan sosial terus berlangsung dan melewati berbagai pendekatan sesuai dengan perkembangan paradigmanya. Pemberdayaan masyarakat adalah salah satu pendekatan dari paradigma alternatif. Pendekatan ini muncul ke permukaan sekitar dekade 1970-an hingga akhir abad ke-20. Kemunculannya serumpun dengan aliran-aliran post-modern yang berkembang saat itu, seperti eksistensialisme, fenomenologi, neo-marxisme. Aliran ini menekankan pada sikap anti-estblishment, anti-sistem, anti-struktur, dan anti-determinisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan.

Pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai pendekatan pembangunan yang lebih humanis dibandingkan pendekatan-pendekatan sebelumnya, seperti pertumbuhan ekonomi yang menganggap manusia sebagai faktor produksi. Sisi humanis pemberdayaan terletak pada penempatan manusia sebagai faktor kunci pembangunan.

Simon dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai:

Suatu aktivitas refleksif, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik (dalam Hikmat, 2006:10).

Meninjau definisi Simon, pemberdayaan masyarakat memiliki titik tekan pada self determination. Manusia menjadi berdaya bukan karena paksaan kepentingan pemrakarsa dari luar, namun manusia dapat berdaya karena ada motivasi dari dalam diri untuk berubah, sedangkan faktor dari luar hanya merupakan threatment sebagai bentuk intervensi semata. Pentingnya self determination juga disampaikan oleh Mc. Clelland melalui teori need for achievement. Ia menyampaikan bahwa :

Kegagalan pembangunan sebuah masyarakat disebabkan karena warga masyarakat tersebut tidak memiliki motivasi untuk berprestasi atau tidak memiliki need for achievement (N-Ach). Para warga bersikap fatalistis dan menerima nasibnya tanpa perlawanan (dalam Makmur, 2008: 50).

Statemen-statemen tersebut jelas bahwa motivasi diri merupakan kunci utama untuk menjadi berdaya dan sejahtera.

Kasmel dan Pernille Tanggard Andersen (2011) mengungkapkan tentang konsep pemberdayaan masyarakat (community empowerment) yaitu :

Pemberdayaan masyarakat mendorong partisipasi orang, organisasi, maupun komunitas sehingga muncul kontrol masyarakat untuk merubah kualitas kehidupan dan lingkungan. Jadi, konsep utama adalah untuk memobilisasi
masyarakat lokal untuk mengatasi kebutuhan sosial dan bekerja antar sektoral untuk memecahkan masalah lokal.

Bertolak dari pendapat Kasmel dan Pernille, pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai bentuk partisipasi masyarakat baik individu, organisasi maupun komunitas untuk memecahkan masalah lokalnya sendiri. Pandangan ini menempatkan pemecahan masalah secara berelompok dengan harapan terjadi sharing knowledge didalamnya, sehingga solusi yang dihasilkan merupakan hasil dialog dalam masyakat. Jika meninjau pendapat para ahli tentang pemberdayaan, dapat ditarik sebuah pemaknaan bahwa pemberdayaan merupakan upaya membangun yang datangnya dari dalam diri (self determination) dan didukung secara maksimal oleh lingkungannya. Jadi, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara pemberdaya, orang yang diberdayakan, dan lingkungan sosial budaya setempat.

Setiap pendekatan yang dikembangkan pada masanya pasti memiliki titik yang akan dituju. Pemberdayaan memiliki tujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Sulistiyani (2004: 80) mendeskripsikan bahwa :

Kemandirian merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan, serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.

Pendapat tersebut menghasilkan beberapa kemampuan sebagai hasil pemberdayaan. Pertama, kemampuan kognitif merupakan kemampuan berfikir berlandaskan pada pengetahuan dan wawasan. Kedua, konatif yaitu sikap perilaku masyarakat yang diarahkan pada nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Ketiga, kondisi afektif yaitu sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Keempat, psikomotorik yaitu kecakapan dan keterampilan yang dimiliki.

Kemandirian sebagai sebuah tujuan, tentunya bukan merupakan proses yang instan. Sebagai proses pemberdayaan memiliki tiga sisi pemberdayaan (Wrihatnolo dan Dwidjowiyoto, 2007:3-7) yaitu :

a. Penyadaran

b. Pengkapasitasan

c. Pendayaan

Tahap pertama adalah penyadaran, prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka. Tahap kedua pengkapasitasan yaitu memberikan kemampuan (capacity building). Pengkapasitasan meliputi pengkapasitasan manusia (memberikan kapasitas kepada individu atau kelompok manusia untuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan), organisasi (restrukturisasi), nilai (rule of the game). Tahap ketiga pendayaan yaitu memberikan daya, kekuasaan, otoritas, dan peluang.

Sumodiningrat (dalam Sulistiyani, 2004:82-84) juga menyampaikan tahapan yang sama dengan Wrihatnolo dan Dwijowiyoto yaitu tahap penyadaran, transformasi kemampuan, dan pengayaan. Tahap penyadaran menekankan pada munculnya sikap konatif (sikap untuk tumbuh dan belajar) masyarakat, sedangkan tahap kedua memberikan porsi untuk mengembangkan keterbukaan wawasan dan kecakapan serta keterampilan-keterampilan dasar. Tahap ketiga, pengayaan yaitu peningkatan intelektualitas dan kecakapan serta keterampilan untuk membentuk kemandirian. Namun, secara implisit Sumodiningrat menyampaikan tahap berikutnya yaitu tahap pendampingan pasca berdaya. Hal ini untuk memberikan keberlanjutan membentuk sikap masyarakat yang dewasa.

Pada sisi yang agak berbeda Kasmel dan Anderson (2011) mengungkapkan konsep tahapan pemberdayaan, setelah ia melakukan elaborasi konsep dari beberapa teori. Ia mengungkapkan empat tahapan yaitu sebagai berikut:

Tabel 4. Konsep Pemberdayaan Kasmel dan Anderson

Tahap Pemberdayaan

Aspek

Community Activation

· Kegiatan untuk mendorong partisipasi anggota masyarakat

· Keterlibatan dan pemangku kepentingan

· Motivasi pemimpin baru

· Inisiasi dan stimulasi kelompok baru

Community Competence

· Pelatihan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan anggota masyarakat dalam memecahkan masalah komunitas

· Distribusi informasi tentang praktik yang baik

· Berbagi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan teori

Management Skill

· Pelatihan manajemen dan keterampilan

· Pelatihan menggunakan informasi dan komunikasi

Creation Supportif Environment

· Memberikan dukungan politik dan akses sumber daya

· Menciptakan lingkungan sosial yang mendukung

Sumber : Kasmel dan Anderson (2011)

Bertolak dari beberapa definisi dan pemaparan konsep tentang pendekatan pemberdayaan, maka dapat ditarik pemaknaan bahwa pemberdayaan masyarakat memiliki fokus pada pengembangan kualitas manusia. Pendekatan ini menyadari bahwa segudang permasalahan sosial yang ada di masyarakat hanya dapat dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri sebagai subjek pembangunan. Adapun peneliti berkeyakinan bahwa untuk menjadi manusia yang berdaya/berkualitas harus melalui tahap penyadaran, peningkatan kapasitas, pendayaan dan dukungan lingkungan. Pertama, penyadaran yaitu upaya untuk menumbuhkan kesadaran individu atau masyarakat untuk membangun dirinya sendiri (konatif). Adapun untuk menggali proses pendayaan dapat digunakan beberapa indikator yaitu (a) sosialisasi program yaitu bagaimana tekhnik penyampaian pesan, sehingga pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat tanpa menyinggung nilai dan norma setempat, (b) Need For Achievement yaitu kebutuhan yang tercermin dari perilaku individu sewaktu seseorang bersemangat tampak berani menantang bahaya sekalipun yang bersangkutan senantiasa mengarah pada suatu keberhasilan (Syafiie, 2006:91), (c) Partisipasi yaitu bentuk keiikutsertaan masyarakat terhadap pemecahan suatu masalah. Kedua, peningkatan kapasitas yaitu upaya mentransfer pengetahuan, keterampilan, manajemen, dan nilai-nilai yang dapat dijadikan acuan menuju kemandirian. Upaya peningkatan kapasitas dapat ditinjau dari beberapa indikator yaitu (a) Pelatihan keterampilan yaitu upaya memberikan pengetahuan praktis untuk meingkatkan kecakapan dan keahlian masyarakat, misalnya keterampilan menjahit dan memasak (b) Kelembagaan yaitu upaya untuk memberikan keahlian dalam bidang manajemen (pengelolaan), (c) Rule of the game yaitu menetapkan nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melangkah. Ketiga, pendayaan yaitu upaya memberikan otoritas, peluang, dan kepercayaan kepada individu atau masyarakat untuk dapat berkembang sesuai dengan kreativitasnya. Tahap ketiga ini meliputi beberapa hal antara lain; (a) Otoritas yaitu seberapa jauh pihak pemberdaya memberikan kepercayaan dan wewenang kepada pihak yang diberdayakan untuk mengelola sendiri keahlian yang sudah didapatkan tanpa ada intervensi dari pihak pemberdaya namun dalam kerangka nilai yang telah dibentuk, (b) Inovasi yaitu upaya untuk mengembangkan hasil-hasil karya individu atau masyarakat sehingga nilai ekonomi dan kegunaannya dapat meningkat. Keempat, dukungan lingkungan yaitu kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat. Adapun dukungan lingkungan ini meliputi: (a) Dukungan aktor yaitu bagaimana elit lokal maupun organisasi kemasyarakatan memberikan dukungannya untuk mencapai keberhasilan proses pemberdayaan, (b) Nilai budaya setempat yaitu seberapa jauh nilai-nilai budaya setempat dan lingkungan sosialnya mempengaruhi proses pemberdayaan.

Sabtu, 24 Maret 2012

Indonesia Butuh Sosok Dahlan Iskan

Dewasa ini masyarakat diliputi krisis kepercayaan terhadap para pemimpin negeri ini. Aksi premanisme dan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi saat ini merupakan bentuk ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap penguasa negeri. Lalu, mengapa krisis kepercayaan ini bisa terjadi ?. Jawabnya, karena masyarakat kehilangan sosok pemimpin yang dapat menjadi suri tauladan.

Pantas masyarakat kehilangan sosok panutan, karena hampir sebagian masyarakat yang dipercaya untuk memimpin rakyat, ternyata malah terjerat dalam praktik-praktik KKN. Tidak heran jika Kasus korupsi hampir selalu menghiasi pemberitaan media, mulai dari kasus kecil hingga berskala besar. Namun berapa pun besarannya, korupsi tetap tindakan kriminal dan pelakuknya (Koruptor:red) tetap pencuri dan musuh dalam selimut yang menggerogoti uang rakyatnya, sehingga layak kita musuhi bersama. Kasus-kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini antara lain kasus uang pelawat kepada anggota DPR RI 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda S. Goeltom, kasus korupsi Wisma Atlet dengan tersangka Angelina Sondakh dan Nazarrudin bahkan dikaitkan dengan nama ketua umum partai Demokrat Anas Urbaningrum, kasus Century, kasus Gayus Tambunan, dan masih banyak kasus-kasus korupsi yang lain.

Ditengah-tengah krisis kepercayaan akibat maraknya kasus korupsi, akhir-akhir ini kita mendengar kabar gembira dengan munculnya sosok yang mudah-mudahan dapat menjadi panutan masyarakat Indonesia. Ya, Dahlan Iskan adalah sosok yang sedang dibicarakan. Mungkin semua orang akan memberikan apresiasi kepada Dahlan Iskan karena totalitas dalam kinerjanya, sederhana dalam hidupnya, serta brilliant dalam ide-idenya. Sosoknya bahkan menggetarkan SBY untuk menariknya menjadi Dirut PLN dan Menteri BUMN.

Dahlan Iskan lahir 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Ia dilahirkan di lingkungan pedesaan dengan kondisi serba kekurangan, namun sangat religious. Menariknya ternyata tanggal lahir tersebut merupakan pilihan Dahlan Iskan, karena orang tuanya lupa kapan Iskan dilahirkan. Oleh karena itu Dahlan Iskan memilih 17 Agustus supaya mudah diingat. Walaupun pendidikannya hanya lulusan SMA (sangat sedikit sumber yang menerangkan riwayat pendidikan Dahlan Iskan; http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/07435355/Dahlan.Iskan.Anak.Miskin.yang.Jadi.Menteri), namun Dahlan Iskan sudah banyak menorehkan prestasi dalam kariernya.

Awal kariernya dimulai ketika Iskan menjadi reporter surat kabar di Samarinda (Kalimantan Timur) tahun 1975, kemudian tahun 1976 Ia menjadi wartawan Majalah Tempo. Setelah itu, sejak tahun 1982 Dahlan Iskan menjadi pemimpin di surat kabar Jawa Pos. Surat kabar Jawa Pos adalah surat kabar yang didirikan oleh The Chung Sen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Namun, sejak tahun 1970-an mengalami kemorosotan hingga pada tahun 1982 oplahnya hanya 6.800 eksemplar saja. Kemudian The Chung Sen menjual Jawa Pos kepada Eric FH Samola (penerbit Koran Tempo). Pada saat itu Eric menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos, karena Iskan merupakan kepala Biro Tempo di Surabaya. Dibawah kepemimpinan Iskan Jawa Pos mengalami perubahan yang signifikan yaitu membangkitkan oplah dari 6.000 eksemplar menjadi 300.000 eksemplar dalam kurun waktu 5 tahun. Selain itu keberhasilan Iskan di Jawa Pos yaitu membentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saati ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.

Perjalanan kariernya selanjutnya yaitu menjadi Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC) dalam proyek pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pada tahun 2009. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer. Pada tahun yang sama Iskan mendapat panggilan dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT PLN menggantikan Fahmi Mochtar. Kepemimpinan Fahmi dianggap kurang berhasil karena sering terjadi pemadaman listrik. Namun, dibawah tangan dingin kepemimpinan Dahlan Iskan, permasalahan ini dapat diatasi dalam waktu 6 bulan melalui gebrakan bebas byar pet. Selain itu Iskan juga menginisiasi gerakan sehari sejuta sambungan dan pembangunan PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.

Keberhasilan Iskan di PT. PLN semakin membuat SBY kesengsem atas kinerjanya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kinerja dan citra KIB II, SBY mengangkat Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar pada 19 Oktober 2011. Master Plan Dahlan Iskan sebagai menteri BUMN yaitu membangun Industri Pangan yang kokoh, membangun industri kapal komoditi, seperti BBM, sawit (bidang transportasi), membangun jalur transportasi kereta api “Double Track” Jakarta-Surabaya, dan membangun LNG receiving terminal serta pipanisasi gas trans Jawa dalam dua tahun untuk menampung untuk kebutuhan gas dalam negeri dan keperluan ekspor. Harapannya dengan pendekatan korporasi ala Dahlan Iskan BUMN kita tidak akan kalah dengan sektor-sektor swasta.

Visi kerja Dahlan Iskan juga didukung dengan gaya hidup yang sederhana dan tegas. Dahlan Iskan memang berpenampilan bersahaja, tidak terikat dengan uniform, dan tanpa protokoler. Budaya itu diterapkan dirinya sejak lama, sejak dirinya memimpin di Jawa Post Group (JPG). Selain itu, ketegasannya pun tidak diragukan lagi. Mungkin publik teringat dengan kejadian 30 Maret 2012 di Gerbang Tol Senayan Jakarta. Ya, Iskan meluapkan emosinya ketika melihat ada loket yang tidak dibuka, sehingga tak pelak antrian mobil berderet di depan gerbang tol tersebut. Tanpa basa-basi Iskan pun membuka pintu penghalang dan membiarkan mobil masuk secara gratis. Kejadian ini membuktikan Indonesia membutuhkan sosok seperti Dahlan Iskan yang sederhana dan tegas. Semoga Dahlan Iska akan semakin bagus kinerjanya dan semakin dekat dengan rakyat, karena rakyat Indonesia merindukan karakter-karakter pemimpin seperti Dahlan Iskan.

Jumat, 23 Maret 2012

Benarkah SBY Tidak Percaya Lagi Pada Birokrasinya ?


R

agu !. Inilah kata-kata yang mungkin dapat menggambarkan persepsi masyarakat terhadap sikap Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono atas kinerja birokrasinya. Persepsi ini muncul sebagai reaksi atas kebijakan SBY yang berulang kali membentuk Satuan Tugas (Satgas). Lembaga Ad Hoc tersebut notabene dibentuk untuk membantu presiden dalam memecahkan masalah-masalah publik. Sejak tahun 2005 Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono telah membentuk 13 Satgas, beberapa diantaranya yaitu Satgas Investasi Infrastruktur, Satgas Flu Burung, Satgas Pemilu, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Satgas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan yang terbaru yaitu Satgas Anti Pornografi.

Pembentukan Satgas tersebut ternyata menuai banyak kontroversi. Pertama, pemerintah seolah-olah tidak percaya dengan birokrasi yang ada. Kecenderungan itu dapat dicermati dalam beberapa kasus. Pada kasus flu burung pemerintah memilih Satgas daripada Kementrian Kesehatan, kasus TKI pemerintah mempercayakan penyelesaiannya pada Satgas daripada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bahkan kasus dibidang hukum pemerintah lebih memilih Satgas daripada Kejaksaan, KPK dan lembaga-lembaga terkait. Inikah indikator bahwa SBY sudah berkurang kepercayaannya pada birokrasi dengan memilih tidak memaksimalkan tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga. Kedua, pembentukan Satgas hanya menghambur-hamburkan keuangan negara. Alasan ini memang rasional, karena pemerintah harus mengeluarkan anggaran yang berlebih untuk membiayai kegiatan Satgas. Padahal jika SBY memaksimalkan lembaga yang ada justru lebih efisien dan efektif, karena SBY punya power untuk menekan kinerja birokrasi dibawahnya. Ketiga, pembentukan Satgas sering dikaitkan dengan unsur politis. Hal ini senada dengan hukum Parkinson yang menyatakan bahwa :

"Tiap pegawai akan berusaha sekuat tenaga meningkatkan jumlah pegawai bawahannya (hukum Parkinson 1), dan Tiap pegawai akan selalu menciptakan tugas baru bagi dirinya sendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya (hukum Parkinson 2). Karena itu laju birokratisasi akan meningkat dan jumlah pegawai akan naik secara otomatis tidak tergantung dari beban tugas yang diperlukan (Parkinson, 2009)."

Pendapat Parkinson jelas bahwa untuk mempertahankan kekuasaanya seringkali orang yang berkuasa merekrut banyak pegawai dan menciptakan unsur-unsur baru dalam struktur organisasinya walaupun akhirnya unsur baru tersebut kurang bermanfaat. Jika ditelaah secara politis pembentukan satgas-satgas tersebut pasti lah ada, karena setiap kebijakan pasti sudah dipertimbangkan segala aspeknya termasuk hal-hal yang bersifat politis. Hal ini bisa saja terjadi karena Presiden termasuk orang partai, jadi dia pasti akan berfikir bagaimana kelangsungan partainya pada pemilihan umum berikutnya. Momen menjadi penguasalah, tujuan-tujuan tersebut dapat diinfiltrasikan.

Sementara itu, dengan adanya Satgas struktur menjadi gemuk dan overlapping. Secara otomatis struktur organisasi akan bertambah karena Satgas tersebut harus bertanggung jawab terhadap presiden, berarti mau tidak mau lembaga Ad Hoc ini menambah unsur baru di bawah presiden. Keberadaan Satgas ini pun menjadikan struktur pemerintah tidak sesuai dengan prinsip manajemen “Miskin Struktur Kaya Fungsi”. Fenomena ini padahal berkontradiksi dengan tujuan reformasi birokrasi yang selama ini didengung-dengungkan oleh pemerintah. Selain itu overlapping tupoksi pun terjadi, bagaimana tidak ? Orang yang ditunjuk sebagai pelaksana Satgas merupakan orang-orang yang mempunyai tugas pada lembaga lain. Bagaimana Satgas ini akan berhasil jika pelaksananya mengerjakan tugasnya hanya sebagai pekerjaan sambilan. Menanggapi hal ini, banyak pihak mengklaim bahwa kinerja Satgas tidak membawa hasil yang maksimal, sebab Satgas tidak memiliki kewenangan sampai tataran eksekusi hanya memberikan rekomendasi. Padahal sifat rekomendasi yaitu dapat dilaksanakan maupun tidak. Jadi, jika diistilahkan Satgas ini seperti macan ompong.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tentunya harus mengevaluasi pembentukan Satgas-satgas tersebut untuk bahan kajian pembuatan kebijakan penanganan masalah di masa yang akan datang. Hal ini layak untuk menjadi bahan renungan, karena sampai saat ini Satgas-satgas yang dibentuk belum menunjukkan hasil yang maksimal bahkan tidak memiliki otoritas yang jelas. Pemerintah akan menjadi lebih bijaksana jika mampu mengembalikan dan memperkuat fungsi lembaga yang telah ada daripada membentuk lembaga-lembaga baru yang pada akhirnya menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan.


Selasa, 20 Maret 2012

Menyelamatkan APBN=Menyelamatkan Rakyat, Retorika atau Realita ?

Akhir-akhir ini dunia dalam ketegangan yang sangat serius. Ya, ketegangan di dunia terjadi akibat ketegangan yang terjadi di timur tengah dan akibat resesi ekonomi global di Eropa. Ketegangan di Timur Tengah terjadi antara Amerika beserta sekutunya terhadap Iran. Hal ini dipicu oleh kebijakan luar negeri Amerika yang menghimbau semua negara untuk mengembargo minyak Iran. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai bentuk hukuman terhadap Iran yang dianggap tidak menghiraukan seruan Amerika untuk menghentikan program nuklirnya. Namun, hal ini tidak sedikit pun menggetarkan Iran. Iran bahkan berencana akan memblokade selat Hormus, dimana selat ini sangat penting dalam arus perputaran minyak menuju negara-negara lain di dunia. Jelas ketegangan ini membawa ekses yang negatif terhadap negara-negara di dunia, sebab banyak negara yang menggantungkan kebutuhan minyaknya pada Iran, seperti Indonesia, India, Korsel, dan China.
Indonesia pun terkena imbas dari kondisi global ini, sebagai akibatnya Pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada 1 April 2012 mendatang. Hal ini dilakukan karena APBN mengalami pembengkakan, akibat harga minyak yang terus melonjak. Pemerintah memprediksikan harga minyak dunia USD 90 per barel. Namun, sejak awal Maret 2012 harga tersebut melonjak jauh sekitar USD 120 per barel. Guna menutup pembengkakan APBN pemerintah merencanakan kenaikan BBM sebesar Rp 1.500 per liter. Jika premium saat ini harganya Rp 4.500 per liter, maka 1 April mendatang harganya menjadi Rp 6.000 per liter.
Kebijakan yang tidak populer ini pun mendapat banyak penolakan dari masyarakat, bahkan akhir-akhir ini diskursus dan aksi demonstrasi selalu menghiasi ruang-ruang publik. Penolakan ini pantas terjadi, karena kenaikan BBM tentu akan berdampak sangat luas. Belajar dari kenaikan BBM tahun 2006 lalu menyebabkan bertambahnya angka kemiskinan. kemiskinan di Indonesia naik menjadi 39,30 juta orang dari 35,10 juta orang pada tahun 2005. Selain itu, semua lini kegiatan ekonomi berlomba-lomba menaikkan harganya, mulai dari sembako hingga tariff angkutan. Kebijakan Bantuan Langsung Tunai pun ternyata tidak banyak menolong masyarakat. BLT hanya sebagai penghibur sementara ketika rakyat sedang menangis, bahkan tidak sedikit yang harus saling bermusuhan akibat BLT yang tidak tepat sasaran. Artinya BLT ini memang tidak mendidik, namun pemerintah hendak mengulanginya lagi pada tahun 2012 ini dengan mengganti namanya menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Kebijakan kenaikan BBM ini sudah berat, jangan sampai kian mencekik masyarakat miskin yang tidak punya kekuatan dan akses. Hal ini memang menjadi kekhawatiran publik, karena pemilu 2014 sudah semakin dekat. Partai politik diharapkan tidak bermain drama turgi diatas panggung kemiskinan untuk mendulang suara menuju 2014, karena komunikasi antar parpol telah menunjukkan arah kesana. PDI-P sebagai partai oposisi menolak dengan keras kenaikan harga BBM ini, namun sikapnya masih menjadi tanda tanya. Apakah sikap menolak ini benar suara rakyat ? ataukah ingin menjadi superman yang mendapatkan simpati masyarakat, sehingga jalannya mulus di 2014. Selain itu, Demokrat dan partai koalisi, juga tampak bermain pencitraan dibalik kebijakan BLSM. Belum lagi kepentingan korporat-korporat asing di Indonesia. Shell dan Petronas serta perusahaan-perusahaan lain tentunya juga hendak menancapkan bendera bisnisnya di negeri ini. Kepentingan-kepentingan seperti ini jangan sampai menghalangi tercapainya kesjahteraan masyarakat yang hakiki.
Fenomena yang lebih miris yaitu ketika BBM subsidi ternyata banyak dikonsumsi oleh mereka yang notabene mampu. Berdasarkan data dari Kemenko Perekonomian pada 2008, tercatat sebanyak 70 persen subsidi BBM untuk rumah tangga miskin, 30 persennya dinikmati rumah tangga terkaya di Indonesia. Ketidakadilan harus mendapatkan sikap yang tegas dari semua elemen. Sebab, jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM 1 April mendatang, dan kondisi demikian masih terjadi. Maka hak masyarakat kecil tetap akan tertindas dibawah mereka yang berdasi. Efektifitas subsidi BBM pemerintah pun harus dievaluasi besar-besaran.
Lalu, bagaimanakah menyikapi kebijakan ini?. Tiga gerakan yang sebenarnya bisa dilakukan secara bersama-sama untuk keluar dari permasalahan klasik yang terus mendera bangsa ini. Pertama yaitu gerakan bersama meminimalisir penggunaan BBM dalam kehidupan. Kita akan terus dihampiri masalah BBM langka dan mahal, jika kita tidak mencoba untuk keluar dari bahan bakar ini. Kedua yaitu mengadopsi dan menciptakan tekhnologi yang hemat bahkan tidak memakai BBM, tapi mencoba menggunakan bentuk energi lain, misalnya BBG, listrik dll. Ketiga yaitu mengembangkan secara missal energy-energi alternatif yang sudah bertahun-tahun ditemukan, misalnya bioetanol dari singkong, biogas dari kotoran sapi, maupun BBM dari pohon jarak. Sayangnya perhatian pemerintah belum begitu serius menanggapi temuan-temuan anak negeri ini, karena sampai saat ini temuan-temuan itu hanya menjadi kumpulan pengetahuan di laboratorium-laboratorium dan sekolah-sekolah. Jadi, kebutuhan yang sekarang harus didengungkan adalah kebijakan untuk keluar dari BBM.
Harapannya kebijakan kenaikan BBM yang tidak popular ini tidak disalahgunakaan oleh kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan. “Janganlah mengambil keuntungan dalam kesempitan, janganlah mengambil hak masyarakat miskin ditengah kesengsaraannya.”