Kamis, 27 Desember 2012
Etika Pelayanan Publik
Selasa, 18 Desember 2012
Formalisme dalam Birokrasi
Minggu, 25 Maret 2012
Meninjau Strategi Pemberdayaan Sebagai Pendekatan Alternatif dalam Pembangunan Masyarakat
Pembangunan sebagai proses induksi perubahan sosial terus berlangsung dan melewati berbagai pendekatan sesuai dengan perkembangan paradigmanya. Pemberdayaan masyarakat adalah salah satu pendekatan dari paradigma alternatif. Pendekatan ini muncul ke permukaan sekitar dekade 1970-an hingga akhir abad ke-20. Kemunculannya serumpun dengan aliran-aliran post-modern yang berkembang saat itu, seperti eksistensialisme, fenomenologi, neo-marxisme. Aliran ini menekankan pada sikap anti-estblishment, anti-sistem, anti-struktur, dan anti-determinisme yang diaplikasikan pada dunia kekuasaan.
Pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai pendekatan pembangunan yang lebih humanis dibandingkan pendekatan-pendekatan sebelumnya, seperti pertumbuhan ekonomi yang menganggap manusia sebagai faktor produksi. Sisi humanis pemberdayaan terletak pada penempatan manusia sebagai faktor kunci pembangunan.
Simon dalam tulisannya tentang Rethinking Empowerment mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai:
Suatu aktivitas refleksif, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self determination). Sementara proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik (dalam Hikmat, 2006:10).
Meninjau definisi Simon, pemberdayaan masyarakat memiliki titik tekan pada self determination. Manusia menjadi berdaya bukan karena paksaan kepentingan pemrakarsa dari luar, namun manusia dapat berdaya karena ada motivasi dari dalam diri untuk berubah, sedangkan faktor dari luar hanya merupakan threatment sebagai bentuk intervensi semata. Pentingnya self determination juga disampaikan oleh Mc. Clelland melalui teori need for achievement. Ia menyampaikan bahwa :
Kegagalan pembangunan sebuah masyarakat disebabkan karena warga masyarakat tersebut tidak memiliki motivasi untuk berprestasi atau tidak memiliki need for achievement (N-Ach). Para warga bersikap fatalistis dan menerima nasibnya tanpa perlawanan (dalam Makmur, 2008: 50).
Statemen-statemen tersebut jelas bahwa motivasi diri merupakan kunci utama untuk menjadi berdaya dan sejahtera.
Kasmel dan Pernille Tanggard Andersen (2011) mengungkapkan tentang konsep pemberdayaan masyarakat (community empowerment) yaitu :
Bertolak dari pendapat Kasmel dan Pernille, pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai bentuk partisipasi masyarakat baik individu, organisasi maupun komunitas untuk memecahkan masalah lokalnya sendiri. Pandangan ini menempatkan pemecahan masalah secara berelompok dengan harapan terjadi sharing knowledge didalamnya, sehingga solusi yang dihasilkan merupakan hasil dialog dalam masyakat. Jika meninjau pendapat para ahli tentang pemberdayaan, dapat ditarik sebuah pemaknaan bahwa pemberdayaan merupakan upaya membangun yang datangnya dari dalam diri (self determination) dan didukung secara maksimal oleh lingkungannya. Jadi, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara pemberdaya, orang yang diberdayakan, dan lingkungan sosial budaya setempat.
Setiap pendekatan yang dikembangkan pada masanya pasti memiliki titik yang akan dituju. Pemberdayaan memiliki tujuan untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Sulistiyani (2004: 80) mendeskripsikan bahwa :
Kemandirian merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan, serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif, dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut.
Pendapat tersebut menghasilkan beberapa kemampuan sebagai hasil pemberdayaan. Pertama, kemampuan kognitif merupakan kemampuan berfikir berlandaskan pada pengetahuan dan wawasan. Kedua, konatif yaitu sikap perilaku masyarakat yang diarahkan pada nilai-nilai pembangunan dan pemberdayaan. Ketiga, kondisi afektif yaitu sense yang dimiliki oleh masyarakat yang diharapkan dapat diintervensi untuk mencapai keberdayaan dalam sikap dan perilaku. Keempat, psikomotorik yaitu kecakapan dan keterampilan yang dimiliki.
Kemandirian sebagai sebuah tujuan, tentunya bukan merupakan proses yang instan. Sebagai proses pemberdayaan memiliki tiga sisi pemberdayaan (Wrihatnolo dan Dwidjowiyoto, 2007:3-7) yaitu :
a. Penyadaran
b. Pengkapasitasan
c. Pendayaan
Tahap pertama adalah penyadaran, prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka. Tahap kedua pengkapasitasan yaitu memberikan kemampuan (capacity building). Pengkapasitasan meliputi pengkapasitasan manusia (memberikan kapasitas kepada individu atau kelompok manusia untuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan), organisasi (restrukturisasi), nilai (rule of the game). Tahap ketiga pendayaan yaitu memberikan daya, kekuasaan, otoritas, dan peluang.
Sumodiningrat (dalam Sulistiyani, 2004:82-84) juga menyampaikan tahapan yang sama dengan Wrihatnolo dan Dwijowiyoto yaitu tahap penyadaran, transformasi kemampuan, dan pengayaan. Tahap penyadaran menekankan pada munculnya sikap konatif (sikap untuk tumbuh dan belajar) masyarakat, sedangkan tahap kedua memberikan porsi untuk mengembangkan keterbukaan wawasan dan kecakapan serta keterampilan-keterampilan dasar. Tahap ketiga, pengayaan yaitu peningkatan intelektualitas dan kecakapan serta keterampilan untuk membentuk kemandirian. Namun, secara implisit Sumodiningrat menyampaikan tahap berikutnya yaitu tahap pendampingan pasca berdaya. Hal ini untuk memberikan keberlanjutan membentuk sikap masyarakat yang dewasa.
Pada sisi yang agak berbeda Kasmel dan Anderson (2011) mengungkapkan konsep tahapan pemberdayaan, setelah ia melakukan elaborasi konsep dari beberapa teori. Ia mengungkapkan empat tahapan yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Konsep Pemberdayaan Kasmel dan Anderson
Tahap Pemberdayaan | Aspek |
Community Activation | · Kegiatan untuk mendorong partisipasi anggota masyarakat · Keterlibatan dan pemangku kepentingan · Motivasi pemimpin baru · Inisiasi dan stimulasi kelompok baru |
Community Competence | · Pelatihan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan anggota masyarakat dalam memecahkan masalah komunitas · Distribusi informasi tentang praktik yang baik · Berbagi informasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan teori |
Management Skill | · Pelatihan manajemen dan keterampilan · Pelatihan menggunakan informasi dan komunikasi |
Creation Supportif Environment | · Memberikan dukungan politik dan akses sumber daya · Menciptakan lingkungan sosial yang mendukung |
Sumber : Kasmel dan Anderson (2011)
Bertolak dari beberapa definisi dan pemaparan konsep tentang pendekatan pemberdayaan, maka dapat ditarik pemaknaan bahwa pemberdayaan masyarakat memiliki fokus pada pengembangan kualitas manusia. Pendekatan ini menyadari bahwa segudang permasalahan sosial yang ada di masyarakat hanya dapat dipecahkan oleh masyarakat itu sendiri sebagai subjek pembangunan. Adapun peneliti berkeyakinan bahwa untuk menjadi manusia yang berdaya/berkualitas harus melalui tahap penyadaran, peningkatan kapasitas, pendayaan dan dukungan lingkungan. Pertama, penyadaran yaitu upaya untuk menumbuhkan kesadaran individu atau masyarakat untuk membangun dirinya sendiri (konatif). Adapun untuk menggali proses pendayaan dapat digunakan beberapa indikator yaitu (a) sosialisasi program yaitu bagaimana tekhnik penyampaian pesan, sehingga pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh masyarakat tanpa menyinggung nilai dan norma setempat, (b) Need For Achievement yaitu kebutuhan yang tercermin dari perilaku individu sewaktu seseorang bersemangat tampak berani menantang bahaya sekalipun yang bersangkutan senantiasa mengarah pada suatu keberhasilan (Syafiie, 2006:91), (c) Partisipasi yaitu bentuk keiikutsertaan masyarakat terhadap pemecahan suatu masalah. Kedua, peningkatan kapasitas yaitu upaya mentransfer pengetahuan, keterampilan, manajemen, dan nilai-nilai yang dapat dijadikan acuan menuju kemandirian. Upaya peningkatan kapasitas dapat ditinjau dari beberapa indikator yaitu (a) Pelatihan keterampilan yaitu upaya memberikan pengetahuan praktis untuk meingkatkan kecakapan dan keahlian masyarakat, misalnya keterampilan menjahit dan memasak (b) Kelembagaan yaitu upaya untuk memberikan keahlian dalam bidang manajemen (pengelolaan), (c) Rule of the game yaitu menetapkan nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melangkah. Ketiga, pendayaan yaitu upaya memberikan otoritas, peluang, dan kepercayaan kepada individu atau masyarakat untuk dapat berkembang sesuai dengan kreativitasnya. Tahap ketiga ini meliputi beberapa hal antara lain; (a) Otoritas yaitu seberapa jauh pihak pemberdaya memberikan kepercayaan dan wewenang kepada pihak yang diberdayakan untuk mengelola sendiri keahlian yang sudah didapatkan tanpa ada intervensi dari pihak pemberdaya namun dalam kerangka nilai yang telah dibentuk, (b) Inovasi yaitu upaya untuk mengembangkan hasil-hasil karya individu atau masyarakat sehingga nilai ekonomi dan kegunaannya dapat meningkat. Keempat, dukungan lingkungan yaitu kondisi lingkungan yang mempengaruhi proses pemberdayaan masyarakat. Adapun dukungan lingkungan ini meliputi: (a) Dukungan aktor yaitu bagaimana elit lokal maupun organisasi kemasyarakatan memberikan dukungannya untuk mencapai keberhasilan proses pemberdayaan, (b) Nilai budaya setempat yaitu seberapa jauh nilai-nilai budaya setempat dan lingkungan sosialnya mempengaruhi proses pemberdayaan.
Sabtu, 24 Maret 2012
Indonesia Butuh Sosok Dahlan Iskan
Dewasa ini masyarakat diliputi krisis kepercayaan terhadap para pemimpin negeri ini. Aksi premanisme dan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi saat ini merupakan bentuk ekspresi ketidakpuasan masyarakat terhadap penguasa negeri. Lalu, mengapa krisis kepercayaan ini bisa terjadi ?. Jawabnya, karena masyarakat kehilangan sosok pemimpin yang dapat menjadi suri tauladan.
Pantas masyarakat kehilangan sosok panutan, karena hampir sebagian masyarakat yang dipercaya untuk memimpin rakyat, ternyata malah terjerat dalam praktik-praktik KKN. Tidak heran jika Kasus korupsi hampir selalu menghiasi pemberitaan media, mulai dari kasus kecil hingga berskala besar. Namun berapa pun besarannya, korupsi tetap tindakan kriminal dan pelakuknya (Koruptor:red) tetap pencuri dan musuh dalam selimut yang menggerogoti uang rakyatnya, sehingga layak kita musuhi bersama. Kasus-kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini antara lain kasus uang pelawat kepada anggota DPR RI 1999-2004 dalam pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda S. Goeltom, kasus korupsi Wisma Atlet dengan tersangka Angelina Sondakh dan Nazarrudin bahkan dikaitkan dengan nama ketua umum partai Demokrat Anas Urbaningrum, kasus Century, kasus Gayus Tambunan, dan masih banyak kasus-kasus korupsi yang lain.
Ditengah-tengah krisis kepercayaan akibat maraknya kasus korupsi, akhir-akhir ini kita mendengar kabar gembira dengan munculnya sosok yang mudah-mudahan dapat menjadi panutan masyarakat Indonesia. Ya, Dahlan Iskan adalah sosok yang sedang dibicarakan. Mungkin semua orang akan memberikan apresiasi kepada Dahlan Iskan karena totalitas dalam kinerjanya, sederhana dalam hidupnya, serta brilliant dalam ide-idenya. Sosoknya bahkan menggetarkan SBY untuk menariknya menjadi Dirut PLN dan Menteri BUMN.
Dahlan Iskan lahir 17 Agustus 1951 di Magetan, Jawa Timur. Ia dilahirkan di lingkungan pedesaan dengan kondisi serba kekurangan, namun sangat religious. Menariknya ternyata tanggal lahir tersebut merupakan pilihan Dahlan Iskan, karena orang tuanya lupa kapan Iskan dilahirkan. Oleh karena itu Dahlan Iskan memilih 17 Agustus supaya mudah diingat. Walaupun pendidikannya hanya lulusan SMA (sangat sedikit sumber yang menerangkan riwayat pendidikan Dahlan Iskan; http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/19/07435355/Dahlan.Iskan.Anak.Miskin.yang.Jadi.Menteri), namun Dahlan Iskan sudah banyak menorehkan prestasi dalam kariernya.
Awal kariernya dimulai ketika Iskan menjadi reporter surat kabar di Samarinda (Kalimantan Timur) tahun 1975, kemudian tahun 1976 Ia menjadi wartawan Majalah Tempo. Setelah itu, sejak tahun 1982 Dahlan Iskan menjadi pemimpin di surat kabar Jawa Pos. Surat kabar Jawa Pos adalah surat kabar yang didirikan oleh The Chung Sen pada 1 Juli 1949 dengan nama Djawa Post. Namun, sejak tahun 1970-an mengalami kemorosotan hingga pada tahun 1982 oplahnya hanya 6.800 eksemplar saja. Kemudian The Chung Sen menjual Jawa Pos kepada Eric FH Samola (penerbit Koran Tempo). Pada saat itu Eric menunjuk Dahlan Iskan untuk memimpin Jawa Pos, karena Iskan merupakan kepala Biro Tempo di Surabaya. Dibawah kepemimpinan Iskan Jawa Pos mengalami perubahan yang signifikan yaitu membangkitkan oplah dari 6.000 eksemplar menjadi 300.000 eksemplar dalam kurun waktu 5 tahun. Selain itu keberhasilan Iskan di Jawa Pos yaitu membentuk Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saati ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.
Perjalanan kariernya selanjutnya yaitu menjadi Komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC) dalam proyek pembangunan Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL) pada tahun 2009. SKKL ini akan menghubungkan Surabaya di Indonesia dan Hong Kong dengan panjang serat optik 4.300 kilometer. Pada tahun yang sama Iskan mendapat panggilan dari Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk menduduki jabatan sebagai Direktur Utama PT PLN menggantikan Fahmi Mochtar. Kepemimpinan Fahmi dianggap kurang berhasil karena sering terjadi pemadaman listrik. Namun, dibawah tangan dingin kepemimpinan Dahlan Iskan, permasalahan ini dapat diatasi dalam waktu 6 bulan melalui gebrakan bebas byar pet. Selain itu Iskan juga menginisiasi gerakan sehari sejuta sambungan dan pembangunan PLTS di 100 pulau pada tahun 2011. Sebelumnya, tahun 2010 PLN telah berhasil membangun PLTS di 5 pulau di Indonesia bagian Timur yaitu Pulau Banda, Bunaken Manado, Derawan Kalimantan Timur, Wakatobi Sulawesi Tenggara, dan Citrawangan.
Keberhasilan Iskan di PT. PLN semakin membuat SBY kesengsem atas kinerjanya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kinerja dan citra KIB II, SBY mengangkat Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN menggantikan Mustafa Abubakar pada 19 Oktober 2011. Master Plan Dahlan Iskan sebagai menteri BUMN yaitu membangun Industri Pangan yang kokoh, membangun industri kapal komoditi, seperti BBM, sawit (bidang transportasi), membangun jalur transportasi kereta api “Double Track” Jakarta-Surabaya, dan membangun LNG receiving terminal serta pipanisasi gas trans Jawa dalam dua tahun untuk menampung untuk kebutuhan gas dalam negeri dan keperluan ekspor. Harapannya dengan pendekatan korporasi ala Dahlan Iskan BUMN kita tidak akan kalah dengan sektor-sektor swasta.
Visi kerja Dahlan Iskan juga didukung dengan gaya hidup yang sederhana dan tegas. Dahlan Iskan memang berpenampilan bersahaja, tidak terikat dengan uniform, dan tanpa protokoler. Budaya itu diterapkan dirinya sejak lama, sejak dirinya memimpin di Jawa Post Group (JPG). Selain itu, ketegasannya pun tidak diragukan lagi. Mungkin publik teringat dengan kejadian 30 Maret 2012 di Gerbang Tol Senayan Jakarta. Ya, Iskan meluapkan emosinya ketika melihat ada loket yang tidak dibuka, sehingga tak pelak antrian mobil berderet di depan gerbang tol tersebut. Tanpa basa-basi Iskan pun membuka pintu penghalang dan membiarkan mobil masuk secara gratis. Kejadian ini membuktikan Indonesia membutuhkan sosok seperti Dahlan Iskan yang sederhana dan tegas. Semoga Dahlan Iska akan semakin bagus kinerjanya dan semakin dekat dengan rakyat, karena rakyat Indonesia merindukan karakter-karakter pemimpin seperti Dahlan Iskan.