Jumat, 23 Maret 2012

Benarkah SBY Tidak Percaya Lagi Pada Birokrasinya ?


R

agu !. Inilah kata-kata yang mungkin dapat menggambarkan persepsi masyarakat terhadap sikap Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono atas kinerja birokrasinya. Persepsi ini muncul sebagai reaksi atas kebijakan SBY yang berulang kali membentuk Satuan Tugas (Satgas). Lembaga Ad Hoc tersebut notabene dibentuk untuk membantu presiden dalam memecahkan masalah-masalah publik. Sejak tahun 2005 Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono telah membentuk 13 Satgas, beberapa diantaranya yaitu Satgas Investasi Infrastruktur, Satgas Flu Burung, Satgas Pemilu, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Satgas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), dan yang terbaru yaitu Satgas Anti Pornografi.

Pembentukan Satgas tersebut ternyata menuai banyak kontroversi. Pertama, pemerintah seolah-olah tidak percaya dengan birokrasi yang ada. Kecenderungan itu dapat dicermati dalam beberapa kasus. Pada kasus flu burung pemerintah memilih Satgas daripada Kementrian Kesehatan, kasus TKI pemerintah mempercayakan penyelesaiannya pada Satgas daripada Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bahkan kasus dibidang hukum pemerintah lebih memilih Satgas daripada Kejaksaan, KPK dan lembaga-lembaga terkait. Inikah indikator bahwa SBY sudah berkurang kepercayaannya pada birokrasi dengan memilih tidak memaksimalkan tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga. Kedua, pembentukan Satgas hanya menghambur-hamburkan keuangan negara. Alasan ini memang rasional, karena pemerintah harus mengeluarkan anggaran yang berlebih untuk membiayai kegiatan Satgas. Padahal jika SBY memaksimalkan lembaga yang ada justru lebih efisien dan efektif, karena SBY punya power untuk menekan kinerja birokrasi dibawahnya. Ketiga, pembentukan Satgas sering dikaitkan dengan unsur politis. Hal ini senada dengan hukum Parkinson yang menyatakan bahwa :

"Tiap pegawai akan berusaha sekuat tenaga meningkatkan jumlah pegawai bawahannya (hukum Parkinson 1), dan Tiap pegawai akan selalu menciptakan tugas baru bagi dirinya sendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya (hukum Parkinson 2). Karena itu laju birokratisasi akan meningkat dan jumlah pegawai akan naik secara otomatis tidak tergantung dari beban tugas yang diperlukan (Parkinson, 2009)."

Pendapat Parkinson jelas bahwa untuk mempertahankan kekuasaanya seringkali orang yang berkuasa merekrut banyak pegawai dan menciptakan unsur-unsur baru dalam struktur organisasinya walaupun akhirnya unsur baru tersebut kurang bermanfaat. Jika ditelaah secara politis pembentukan satgas-satgas tersebut pasti lah ada, karena setiap kebijakan pasti sudah dipertimbangkan segala aspeknya termasuk hal-hal yang bersifat politis. Hal ini bisa saja terjadi karena Presiden termasuk orang partai, jadi dia pasti akan berfikir bagaimana kelangsungan partainya pada pemilihan umum berikutnya. Momen menjadi penguasalah, tujuan-tujuan tersebut dapat diinfiltrasikan.

Sementara itu, dengan adanya Satgas struktur menjadi gemuk dan overlapping. Secara otomatis struktur organisasi akan bertambah karena Satgas tersebut harus bertanggung jawab terhadap presiden, berarti mau tidak mau lembaga Ad Hoc ini menambah unsur baru di bawah presiden. Keberadaan Satgas ini pun menjadikan struktur pemerintah tidak sesuai dengan prinsip manajemen “Miskin Struktur Kaya Fungsi”. Fenomena ini padahal berkontradiksi dengan tujuan reformasi birokrasi yang selama ini didengung-dengungkan oleh pemerintah. Selain itu overlapping tupoksi pun terjadi, bagaimana tidak ? Orang yang ditunjuk sebagai pelaksana Satgas merupakan orang-orang yang mempunyai tugas pada lembaga lain. Bagaimana Satgas ini akan berhasil jika pelaksananya mengerjakan tugasnya hanya sebagai pekerjaan sambilan. Menanggapi hal ini, banyak pihak mengklaim bahwa kinerja Satgas tidak membawa hasil yang maksimal, sebab Satgas tidak memiliki kewenangan sampai tataran eksekusi hanya memberikan rekomendasi. Padahal sifat rekomendasi yaitu dapat dilaksanakan maupun tidak. Jadi, jika diistilahkan Satgas ini seperti macan ompong.

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tentunya harus mengevaluasi pembentukan Satgas-satgas tersebut untuk bahan kajian pembuatan kebijakan penanganan masalah di masa yang akan datang. Hal ini layak untuk menjadi bahan renungan, karena sampai saat ini Satgas-satgas yang dibentuk belum menunjukkan hasil yang maksimal bahkan tidak memiliki otoritas yang jelas. Pemerintah akan menjadi lebih bijaksana jika mampu mengembalikan dan memperkuat fungsi lembaga yang telah ada daripada membentuk lembaga-lembaga baru yang pada akhirnya menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar