Selasa, 20 Maret 2012

Menyelamatkan APBN=Menyelamatkan Rakyat, Retorika atau Realita ?

Akhir-akhir ini dunia dalam ketegangan yang sangat serius. Ya, ketegangan di dunia terjadi akibat ketegangan yang terjadi di timur tengah dan akibat resesi ekonomi global di Eropa. Ketegangan di Timur Tengah terjadi antara Amerika beserta sekutunya terhadap Iran. Hal ini dipicu oleh kebijakan luar negeri Amerika yang menghimbau semua negara untuk mengembargo minyak Iran. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai bentuk hukuman terhadap Iran yang dianggap tidak menghiraukan seruan Amerika untuk menghentikan program nuklirnya. Namun, hal ini tidak sedikit pun menggetarkan Iran. Iran bahkan berencana akan memblokade selat Hormus, dimana selat ini sangat penting dalam arus perputaran minyak menuju negara-negara lain di dunia. Jelas ketegangan ini membawa ekses yang negatif terhadap negara-negara di dunia, sebab banyak negara yang menggantungkan kebutuhan minyaknya pada Iran, seperti Indonesia, India, Korsel, dan China.
Indonesia pun terkena imbas dari kondisi global ini, sebagai akibatnya Pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada 1 April 2012 mendatang. Hal ini dilakukan karena APBN mengalami pembengkakan, akibat harga minyak yang terus melonjak. Pemerintah memprediksikan harga minyak dunia USD 90 per barel. Namun, sejak awal Maret 2012 harga tersebut melonjak jauh sekitar USD 120 per barel. Guna menutup pembengkakan APBN pemerintah merencanakan kenaikan BBM sebesar Rp 1.500 per liter. Jika premium saat ini harganya Rp 4.500 per liter, maka 1 April mendatang harganya menjadi Rp 6.000 per liter.
Kebijakan yang tidak populer ini pun mendapat banyak penolakan dari masyarakat, bahkan akhir-akhir ini diskursus dan aksi demonstrasi selalu menghiasi ruang-ruang publik. Penolakan ini pantas terjadi, karena kenaikan BBM tentu akan berdampak sangat luas. Belajar dari kenaikan BBM tahun 2006 lalu menyebabkan bertambahnya angka kemiskinan. kemiskinan di Indonesia naik menjadi 39,30 juta orang dari 35,10 juta orang pada tahun 2005. Selain itu, semua lini kegiatan ekonomi berlomba-lomba menaikkan harganya, mulai dari sembako hingga tariff angkutan. Kebijakan Bantuan Langsung Tunai pun ternyata tidak banyak menolong masyarakat. BLT hanya sebagai penghibur sementara ketika rakyat sedang menangis, bahkan tidak sedikit yang harus saling bermusuhan akibat BLT yang tidak tepat sasaran. Artinya BLT ini memang tidak mendidik, namun pemerintah hendak mengulanginya lagi pada tahun 2012 ini dengan mengganti namanya menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Kebijakan kenaikan BBM ini sudah berat, jangan sampai kian mencekik masyarakat miskin yang tidak punya kekuatan dan akses. Hal ini memang menjadi kekhawatiran publik, karena pemilu 2014 sudah semakin dekat. Partai politik diharapkan tidak bermain drama turgi diatas panggung kemiskinan untuk mendulang suara menuju 2014, karena komunikasi antar parpol telah menunjukkan arah kesana. PDI-P sebagai partai oposisi menolak dengan keras kenaikan harga BBM ini, namun sikapnya masih menjadi tanda tanya. Apakah sikap menolak ini benar suara rakyat ? ataukah ingin menjadi superman yang mendapatkan simpati masyarakat, sehingga jalannya mulus di 2014. Selain itu, Demokrat dan partai koalisi, juga tampak bermain pencitraan dibalik kebijakan BLSM. Belum lagi kepentingan korporat-korporat asing di Indonesia. Shell dan Petronas serta perusahaan-perusahaan lain tentunya juga hendak menancapkan bendera bisnisnya di negeri ini. Kepentingan-kepentingan seperti ini jangan sampai menghalangi tercapainya kesjahteraan masyarakat yang hakiki.
Fenomena yang lebih miris yaitu ketika BBM subsidi ternyata banyak dikonsumsi oleh mereka yang notabene mampu. Berdasarkan data dari Kemenko Perekonomian pada 2008, tercatat sebanyak 70 persen subsidi BBM untuk rumah tangga miskin, 30 persennya dinikmati rumah tangga terkaya di Indonesia. Ketidakadilan harus mendapatkan sikap yang tegas dari semua elemen. Sebab, jika pemerintah tetap menaikkan harga BBM 1 April mendatang, dan kondisi demikian masih terjadi. Maka hak masyarakat kecil tetap akan tertindas dibawah mereka yang berdasi. Efektifitas subsidi BBM pemerintah pun harus dievaluasi besar-besaran.
Lalu, bagaimanakah menyikapi kebijakan ini?. Tiga gerakan yang sebenarnya bisa dilakukan secara bersama-sama untuk keluar dari permasalahan klasik yang terus mendera bangsa ini. Pertama yaitu gerakan bersama meminimalisir penggunaan BBM dalam kehidupan. Kita akan terus dihampiri masalah BBM langka dan mahal, jika kita tidak mencoba untuk keluar dari bahan bakar ini. Kedua yaitu mengadopsi dan menciptakan tekhnologi yang hemat bahkan tidak memakai BBM, tapi mencoba menggunakan bentuk energi lain, misalnya BBG, listrik dll. Ketiga yaitu mengembangkan secara missal energy-energi alternatif yang sudah bertahun-tahun ditemukan, misalnya bioetanol dari singkong, biogas dari kotoran sapi, maupun BBM dari pohon jarak. Sayangnya perhatian pemerintah belum begitu serius menanggapi temuan-temuan anak negeri ini, karena sampai saat ini temuan-temuan itu hanya menjadi kumpulan pengetahuan di laboratorium-laboratorium dan sekolah-sekolah. Jadi, kebutuhan yang sekarang harus didengungkan adalah kebijakan untuk keluar dari BBM.
Harapannya kebijakan kenaikan BBM yang tidak popular ini tidak disalahgunakaan oleh kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan. “Janganlah mengambil keuntungan dalam kesempitan, janganlah mengambil hak masyarakat miskin ditengah kesengsaraannya.”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar